When Death Comes...

Sejak kecil, saya selalu dekat dengan Eyang saya. Saat itu kedua orang tua saya sibuk kerja. Memang, tempat tinggal keluarga saya kala itu masih di Magelang, bertetangga dengan Eyang saya.

Ke mana-mana, pasti bersama Eyang saya. Mendaftar TK, membeli sate, jalan-jalan di lapangan TNI, olahraga pagi, pengajian mingguan, pokoknya selalu dengan Eyang. Pertama kali belajar menggoreng telur, memasak mi, mengerjakan PR matematika (di mana Eyang selalu sabar mengajari saat saya ngeyel dengan cara-cara pengerjaannya yang saya bilang 'kuno'), mengaji di TPA, sholat tepat lima waktu, akhlakul karimah, Eyang yang mengajarinya.

Bukan berarti selalu bersama dengan Eyang, saya menjadi jauh dari orang tua saya. Bahkan lewat Eyang, saya menjadi tahu tindak-tanduk yang benar terhadap orang tua saya. Menghormati, menghargai, menyayangi, dan selalu mendoakan mereka. Maka, setiap sore, Eyang-lah yang menemani saya di teras rumah untuk menunggu kedatangan orang tua saya dari kantornya.

Terkadang Eyang juga suka mengajarkan tembang-tembang Jawa dan lagu-lagu anak pada saya. Mengajarkan tembang-tembang permainan anak-anak juga. Banyak dongeng yang Eyang bagi dengan saya. Pewayangan, kethoprak, Si Kancil, Sangkuriang, Malin Kundang, Rara Jonggrang, dan legenda-legenda lain tentang Magelang. Oleh karena itu, tak jarang pula Eyang menceritakan tentang keluarga besarnya pada saya.

Salah satunya adalah adik Eyang. Namanya Eyang Suharyono. Beliau adalah salah satu adik kesayangan Eyang saya. Semasa kecil, ke mana-mana selalu bersama. Dekat sekali. Eyang saya selalu melindungi Eyang Suharyono, saat banyak teman-teman yang mengolok-olok atau mengganggu beliau. Mereka selalu berboncengan sepeda. Ke mana-mana.

Keluarga ayah dari Eyang saya tidak mengekang dan memberi kebebasan beragama. Jadi, ada yang beragama Kristen, Katholik, Islam, dan ada pula yang kejawen. Alhamdulillah, Eyang saya sendiri adalah seorang muslim yang taat beribadah. Taat sekali. Sedangkan adiknya, Eyang Suharyono seorang Katholik yang juga rajin beribadah. Jadi, setiap Jum'at, Eyang Suharyono selalu mengantar Eyang saya sholat Jum'at di masjid. Dan pada Minggunya, Eyang saya mengantar Eyang Suharyono ke gereja, sementara Eyang sendiri menunggui beliau sambil mengikuti pengajian. Walaupun banyak perbedaan dalam keluarga Eyang, hal itu tidak menimbulkan konflik. Namun, dengan itu pula keluarga Eyang belajar banyak hal dalam hidup mereka.

Sampai hari ini, Eyang saya selalu menyayangi Eyang Suharyono. Mungkin sampai kapan pun. Walaupun ajal sudah memisahkan mereka berdua, ketika hari ini Eyang Suharyono meninggal dunia. Meninggalkan segala cerita yang mereka rangkai bersama. Eyang Suharyono adik tercinta Eyang. Di mana segala memori terngiang, berpendaran pada pelupuk mata Eyang, tentang persaudaraan mereka. Kisah mereka, perjuangan mereka menggapai asa.

pemakaman. gambar diambil dari sini.

When death comes. Hal itu tidak membuat rasa sayang dalam diri Eyang menghilang.

Comments

  1. Jadi mbak Rakyan asli magelang too.
    Dingin banget ya disana. Bersyukur punya eyang yang mau mengajarkan sopan santun terhadap orang tua.

    ReplyDelete
  2. asiknya... heheheh nice post sis...

    ReplyDelete
  3. wah.. berarti sejak kecil sudah dekat dengan eyang ya sob...

    saya malah jarang #nah lho kok curhat

    ReplyDelete
  4. romantika tentang toleransi yang sejuk. bisa merasakan indahnya solidaritas di antara eyang.

    ReplyDelete
  5. sepakat dengan Mas Zachflazz. Indah nian yang namanya Solidaritas itu, dan sebaiknya bersyukur punya Eyang yang mau mengajar tata krama dan sopan santun

    ReplyDelete
  6. persis seperti mbah putri dari istri saya, beliau islam alhamdulillah dan adiknya kristen tapi ga pernah gontok-gontokan, hanya saja memang mbah putri masih terus berharap adiknya kembali ke Islam sebelum meninggal

    ReplyDelete
  7. Perbedaan agama tak menghalangi jalinan persaudaraan...Karena tauladan yang sangat membumi ya Mbak, bahwa agamaku agamaku dan agamamu adalah agamamu.

    ReplyDelete
  8. Jadi inget sama alm,nenek dahulu
    Pemikiran orang dulu memang berorentasi pada saling menghormati satu sama lain,karena pada dasarnya kita semua sama dimata Sang Pecipta apa pun agama,suku & warna kulitnya

    ReplyDelete
  9. ya benar, agama berbeda tidak membuat kita jadi terpecah :)

    ReplyDelete
  10. kematian adalah terlahir abadi...
    eyangmu demikian :)

    ReplyDelete
  11. gimana lagi, semua yang hidup pasti meninggal nanti.

    ReplyDelete
  12. terkadang seorang anak memang bisa lebih dekat dengan eyangnya dari pada orang tuanya :(

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts